Rabu, 18 Agustus 2010

GURU DAN SISWA GO BLOG!

Membaca judul di atas mungkin anda merasa kaget, karena anda mengira guru dan siswa yang sama-sama goblog, yaitu guru dan siswa yang bego, bodoh, dungu atau istilah lain yang menunjukkan hal negatif. Guru yang tidak punya kemampuan memadai atau guru yang tidak mau mengikuti kemajuan zaman. Siswa yang sulit belajar, nilainya selalu do, re, mi, fa, sol, paling banter la. Anda salah. Yang dimaksud dengan judul di atas GURU dan SISWA GO BLOG yaitu ajakan kepada guru dan siswa untuk melangkah menuju blog (orang yang sering berhubungan dengan internet tentu tidak asing dengan istilah blog ini). Kenapa guru dan siswa diajak menuju blog? Dengan blog kita bisa melakukan banyak hal diantaranya: mencurahkan isi pikiran kita, menganalisis situasi yang ada saat ini baik yang berhubungan dengan dunia pendidikan, politik, sosial, atau budaya, serta hal lain yang ingin kita tuliskan di dalam blog yang kita buat.

Ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil dari adanya blog menurut Oktavianus Ken Manung Karjono, pengelola blog di http://kenz.or.id yang juga staff UPTB Psikologi UGM. Manfaat blog itu diantaranya:

(1) Blog bisa merangsang otak, sebab aktivitas dengan blog mulai dari membuat desain blog sampai dengan mengisi blog dengan berbagai tulisan merupakan suatu proses mental yang melibatkan jutaan sel otak kita. Otak yang terus dirangsang tentu memberi dampak positif terhadap cara berfikir kita, sehingga kita menjadi guru dan siswa yang lebih kreatif dan inovatif.

(2) Blog bisa menyehatkan jiwa, sebab dengan blog kita bisa menuliskan segala macam perasaan-perasaan kita terutama berkaitan dengan persoalan hidup yang membuat kita tertekan. Nah dengan menuliskannya di dalam blog akan membuat perasaan lega, terlampiaskan secara positif. Tentu hal ini dapat memberikan ketenangan jiwa sehingga jiwa kita menjadi sehat.

(3) Blog menjadi media pembelajaran, sebab dengan blog kita bisa membaca blog orang lain untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan baru atau dari aktivitas blogger lain yang memberikan komentar terhadap tulisan kita yang dapat memberikan solusi terhadap persoalan yang sedang kita hadapi atau paling tidak memberikan motivasi yang membangun sehingga persoalan yang kita hadapi menjadi terasa lebih ringan dan mudah untuk diselesaikan.

Sebagai guru, kita bisa menuangkan bahan-bahan pengajaran kita di blog untuk dapat diakses oleh siswa-siswa kita ataupun guru lain yang membutuhkan. Siswa dapat berhubungan dengan internet lebih diarahkan untuk kegiatan/mengakses hal-hal yang positif dibandingkan hanya sekedar facebook-an atau mengakses situs-situs yang tidak jelas juntrungannya.

(4) Blog bisa membantu seseorang untuk melatih perilaku afiliasi dalam interaksi sosial, sebab dengan komunikasi yang dibangun dalam blog dapat menjalin suatu komunikasi yang membuat seseorang atau sesama blogger menjadi lebih akrab walaupun tidak bertemu secara langsung (secara fisik). Bagi guru bisa dimanfaatkan sebagai MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Bagi siswa dapat memperbanyak pertemanan dan sharing dengan teman-teman sehingga memperluas cakrawala berfikir.

Bagaimana caranya kita bisa memiliki blog? Mudah sekali, Langkah-langkah berikut ini akan membantu anda untuk mulai menjadi seorang blogger:

1. Memiliki e-mail. Banyak penyedia layanan e-mail gratis seperti Yahoo, Gmail, Mail, Hotmail. Kalau belum memiliki e-mail segera buat e-mail, saat e-mail kita buat saat itu pula sudah langsung bisa diakses.

2. Pilih layanan penyedia blog. Berikut ini diantaranya penyedia layanan blog gratis : : www.blogdrive.com, www.blogspot.com, www.wordpress.com, www.multiply.com, www.blogsome.com.

3. Buatlah nama blog yang mudah diingat, menggunakan ejaan yang benar (mudah ditik), menggambarkan suatu topik, berkesan dan unik. (Silakan baca buku Handbook For Blogger ditulis oleh Michael Firewall).

Ayo, tunggu apalagi. Saatnya kita sebagai guru maupun siswa untuk go blog. Ini bukan karena untuk mengikuti trend semata, tetapi karena memang banyak manfaat yang kita dapatkan.

Revolusi informasi telah terjadi, mau tidak mau kita harus mampu menghadapinya bahkan seyogyanya kita menjadi pembaharu, dapat mengambil manfaatnya secara nyata dalam kehidupan kita. Perubahan telah terjadi begitu cepat, maka harus menjadi prioritas utama kita untuk terus belajar menghadapi perubahan itu, sehingga kita tidak ketinggalan dan terlindas oleh laju perubahan tersebut.

Rabu, 28 Juli 2010

MAKNA HIDUP

Perjalanan hidup memang penuh liku-liku. Kadang kita ada di jalan yang mulus, Kadang berada di jalan yang berbatu. Kadang mendaki, kadang menurun. Kitapun sering mengalami pasang surut. Kadang hidup berkecukupan atau rezeki sedang melimpah, tetapi terkadang pula kita mengalami kekurangan. Ada juga yang mengatakan hidup bagaikan roda pedati, kadang di atas dan kadang di bawah. Terkadang kita berada pada kedudukan yang tinggi, yang dihormati, tapi kita juga bias berada pada kedudukan yang dipandang rendah. Hidup adalah perjuangan. Orang yang tak lagi mau berjuang sudah bisa dibilang mati sebelum waktunya. Hidup adalah bagaimana kita menyelesaikan persoalan, karena selama hidup tentu kita akan selalu dihadapkan pada persoalan hidup baik persoalan yang berhubungan dengan ekonomi, pekerjaan, percintaan, keluarga, dan lain-lain yang membutuhkan kearifan kita untuk menentukan solusi, dan setelah persoalan itu selesai atau berlalu kita akan dihadapkan kembali pada persoalan hidup yang lain. Persoalan itu akan datang dan pergi silih berganti bagaikan silih bergantinya siang dan malam. Hidup harus tetap berjalan apapun yang terjadi. Kita harus senantiasa siap menghadapi persoalan apapun. Tidak mudah menyerah dan berputus asa dari Rakhmat Allah SWT. Hidup kitapun harus bermakna baik bagi diri kita sendiri dan keluarga, juga bermakna bagi orang lain terutama yang berada di sekeliling kita. “Yanfaunnas”, hidup harus memberi manfaat bagi manusia. Jangan sebaliknya, kehidupan yang kita jalani justru menjadi masalah bagi orang lain. Keberadaan kita tidak diharapkan. Keberadaan kita menimbulkan kebencian orang lain. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai nantinya. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk selalu menjalani hidup dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Detik demi detik yang kita lalui semuanya bermakna. Amiiin.

Penulis adalah Guru di SMA Negeri 1 Banjarsari
Jln. Raya KM. 3 Banjarsari – CIAMIS 46383
E-mail : herlinalinlin@yahoo.co.id

Minggu, 13 Juni 2010

TENTANG POLIGAMI

Pembicaraan tentang poligami selalu menjadi pembicaraan yang menuai kontroversi. Tanggapan sinis dan cenderung negative banyak dilontarkan kaum perempuan dengan nada emosional. Tulisan berikut ini semoga dapat membuka cakrawala baru baik bagi kaum laki-laki yang dianggap sebagai subjek poligami maupun kaum perempuan yang sering dianggap sebagai objek penderita dari praktek poligami. Bahwa poligami itu memang diperbolehkan dalam syariat Islam hanya saja harus memenuhi syarat-syaratnya.
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (Qs.Surat an-Nisa ayat 3).
Ayat di atas merupakan dasar diperbolehkannya poligami. Tapi kita melihat ayat tersebut harus lengkap, jangan sepotong-sepotong. Bahwa diperbolehkannya berpoligami harus memenuhi syarat-syaratnya demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum muslimin. Ini berarti poligami tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang.
Syarat-syarat untuk berpoligami diantaranya sebagai berikut:
1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikawininya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya (QS. an-Nisa ayat 3) seperti disebutkan di atas.
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah menetapkan seseorang itu menikah tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat saja.
Nabi Muhammad, nabi utama agama Islam melakukan praktik poligami pada delapan tahun sisa hidupnya, sebelumnya ia beristri hanya satu orang selama 28 tahun. Setelah istrinya saat itu meninggal (Khadijah) barulah ia menikah dengan beberapa wanita. Kebanyakan dari mereka yang diperistri Muhammad adalah janda mati, kecuali Aisyah (putri sahabatnya Abu Bakar).
Dalam kitab Ibn al-Atsir, sikap beristeri lebih dari satu wanita yang dilakukannya adalah upaya transformasi social. Mekanisme beristeri lebih dari satu wanita yang diterapkan Nabi adalah strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.
Sebaliknya, Nabi membatasi praktik poligami, mengkritik perilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam beristeri lebih dari satu wanita.
Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai sepuluh perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya empat. Itulah yang dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats-Tsaqafi RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin al-Harits. Dan, inilah pernyataan eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasaan poligami yang awalnya tanpa batas sama sekali.
Jadi bisa dipahami di sini, bahwa poligami yang dilakukan nabi Muhammad adalah upaya meningkatkan derajat perempuan terutama para janda yang awalnya dinilai rendah menjadi memiliki kedudukan tinggi dengan dinikahi. Kemudian merupakan pembatasan paling banyak beristri empat yang awalnya bebas tanpa pembatasan. Itupun kalau mampu bertindak adil. Kalau tidak cukup satu saja.
2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya. Misalnya, menikahi kakak dan adiknya, ibu dan anaknya, bibi dan keponakannya.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturahmi antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu." (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatan larangan ini,
Bahwa Ummu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; "Sesungguhnya dia tidak halal untukku." (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa'i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahawa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi.
3. Disyaratkan pula berlaku adil, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur'an, Surah an-Nisa ayat 3.
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang istri saja.
Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah berarti hanya adil terhadap para isteri saja, tetapi mengandungi arti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b) Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisa ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda,
"Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)
a. Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber keuangan sendiri, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya perawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbedaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sehat, yang mandul atau yang dapat melahirkan. Semuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.
b. Adil dalam menyediakan tempat tinggal.

Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri beserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.

c. Adil dalam giliran.
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkawinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempurnakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;
"Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahawa la menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang berfikir." (Al-Qur'an, Surah ar-Ruum ayat 21)
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima siksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya.
c) Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeda-bedakan antara anak si anu dengan anak si anu. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahwa nafkah anak yang masih kecil berbeda dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan berbeda pula dengan anak-anak lelaki.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si suami terpelihara dari sikap curang yang dapat merusak rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara dari terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa dendam di antara sesama isteri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syar’i dalam hal menegakkan keadilan antara para isteri, nyatalah bahawa sukar sekali didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan sebenarnya
Bersikap adil dalam hal cinta dan kasih sayang terhadap isteri-isteri, adalah satu tanggungjawab yang sangat berat. Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah an-Nisa ayat 129 yang berbunyi;
"Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang)."
Ada sebuah hadits dari Aisyah Radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membagi giliran di antara para istrinya secara adil, lalu mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam do’a: “Ya Allah inilah pembagian giliran yang mampu aku penuhi dan janganlah Engkau mencela apa yang tidak mampu aku lakukan” [Hadits Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim]
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; "Keadilan yang dijadikan syarat diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisa. Kemudian pada ayat 129 Surah an-Nisa pula menyatakan bahawa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan. Sebenamya yang dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang sangat terhadap poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah jangan sampai kamu cenderung sepenuhnya kepada salah seorang saja di antara para isteri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang lain seperti terkatung-katung."
"Adil yang dimaksudkan di sini ialah 'kecondongan hati'. Dan ini tentu amat sulit untuk dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil."
Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang isterinya terkatung-katung, digantung tak bertali. Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah seorang isteri yang menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang dimaafkan hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, yaitu condong hati kepada salah seorang yang tidak membawa kepada mengurangkan hak yang seorang lagi.
4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri maupun anak-anak.
Jadi, suami mesti yakin bahwa perkawinannya yang baru ini tidak akan merusakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya. Karena, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
5. Berkuasa menanggung nafkah. Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud;
"Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka hendaklah kamu menikah. Dan barangsiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa."
Hadist di atas menunjukkan bahwa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum lelaki supaya menikah tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak dianjurkan menikah walaupun dia seorang yang sehat lahir serta batinnya. Maka, untuk menahan nafsu seksnya, dianjurkan agar berpuasa. Jadi, kalau seorang isteri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami.
Dan Allah telah berfirman “Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada Rasulullah suri teladan yang baik bagimu” [Al-Ahzab : 21].
Silakan bagi kaum laki-laki yang hendak berpoligami, ikutilah tauladan Nabi dengan sepenuhnya, jangan hanya dengan tujuan pemuasan nafsu syahwat semata. Tanggung jawab yang sangat besar berada dipundakmu. Bertanyalah dengan sungguh-sungguh pada dirimu sendiri : “Telah siapkah aku menanggung tanggung jawab yang besar? Telah siapkah aku untuk berlaku adil?” Kalau nuranimu yang paling dalam menjawab Ya, silakan lakukan poligami dan secara jantan. Lakukan secara syah baik menurut hukum agama maupun hukum pemerintah. Kalau Tidak, jangan sekali-kali kamu mempermainkan hukum-hukum Allah.
Poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.

Ditulis oleh:
LINLIN HERLINA, S.Pd Guru di SMA N 1 Banjarsari.
Dari berbagai sumber.

Rabu, 02 Juni 2010

MENYAMBUT HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2 Mei nanti, Kementerian Pendidikan Nasional meluncurkan program pendidikan karakter. Siswa dengan karakter yang kuat pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Beberapa karakter yang ingin dibangun berkaitan dengan nilai-nilai yang umum diterima secara luas oleh masyarakat, antara lain: kejujuran, disiplin, dan kebersihan. Sementara karakter yang bersifat kearifan lokal tetap diakomodasi melalui pendidikan yang spesifik di tiap daerah. Pendidikan karakter sangat penting mengamati perkembangan dewasa ini. Kita lihat banyak tokoh-tokoh penting yang menduduki jabatan-jabatan strategis terlibat tindakan korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan hal lain yang negatif disebabkan karakter yang dirinya yang kurang kuat.
Pendidikan karakter sudah harus ditanamkan sedini mungkin, sejak anak masih berada dalam lingkungan pendidikan keluarga (pra sekolah) bahkan lebih dini dari itu yaitu sejak masih dalam kandungan, sejak dimulainya proses pembentukan janin dari sperma, segumpal darah, segumpal daging sampai menjadi jabang bayi. Orangtua memperdengarkan doa-doa, bacaan ayat suci Al-Qur’an, mengajak berkomunikasi dengan tutur bahasa yang baik dan benar, serta memberikan makanan, minuman dan pakaian dari penghasilan yang halal. Dilanjutkan dengan pendidikan di sekolah yang tetap harus dibarengi pendidikan dalam keluarga.
Ki Hadjar Dewantara adalah tokoh pendidikan yang menjadi tokoh central lahirnya hari pendidikan Nasional sebagai bentuk penghargaan kepadanya karena jasa-jasanya yang sangat besar terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di yogyakarta dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, beliau merupakan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang pertama dengan Masa jabatan 2 September 1945 – 14 November 1945. Beliau juga aktif dalam organisasi social politik seperti Budi Utomo. Pada tanggal 3 Juli 1922 beliau mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Taman siswa. Saat ia genap berusia 40 tahun ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa. Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Taman Siswa.
Semboyan Ki Hadjar Dewantara sampai sekarang masih relevan dan kiranya tetap relevan sampai kapanpun juga. Para pakar pendidikan yang banyak melahirkan teori-teori pendidikan di Amerika serikat sana juga banyak yang mengakui keunggulan dari semboyan Ki Hadjar dewantara ini. Idealnya seorang pendidik selalu menjadi teladan, menjadi model bagi para siswa atau anak didiknya. Maka barang siapa yang memilih profesi menjadi guru tapi tidak mengindahkan perilakunya, maka dia sejatinya bukan seorang guru. Guru itu akronim dari digugu dan ditiru. Ada pepatah juga menyebutkan guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Kemudian dia di tengah-tengah siswa selalu membangun semangat, tidak menjatuhkan atau membunuh karakter siswa. Dan di belakang memberikan dukungan terhadap hal-hal yang positif. Bahasa yang lebih modern sama dengan learning by doing atau active learning.
Dalam rangka menyambut Hari Pendidikan Nasional ini, terutama para pendidik (guru) dan para orang tua mari kita melakukan intropeksi diri, apakah kita sudah melakukan hal terbaik dalam memberikan pendidikan kepada siswa. Guru tidak hanya berfungsi transfer of knowledge tapi juga yang paling penting adalah transfer of value. Mari semua terus berjuang mengantarkan putra-putri kita menjadi manusia-manusia yang berkarakter baik, yang pandai dalam menguasai ilmu pengetahuan, dan pada akhirnya berguna bagi masyarakat, bangsa, dan Negara. Amiin.

Penulis :
Linlin Herlina, S.Pd.
Guru SMA Negeri 1 Banjarsari
Jln. Raya Km. 3 Banjarsari-CIAMIS
Email : herlinalinlin@yahoo.co.id.

Rabu, 10 Maret 2010

AYO, SELEKSI CALON PEMIMPIN KITA!

Firman Allah SWT dalam Qur’an Surat An Nisaa’ ayat 59 : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (para pemimpin) diantara kamu”.

Pemimpin adalah sosok yang kedudukannya begitu tinggi. Pada ayat di atas dijelaskan ketaatan kepada pemimpin langsung disandarkan kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang yang taat kepada pemimpinnyaa berarti dia juga taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya orang yang tidak taat kepada pemimpinnya berarti masih dipertanyakan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Pemimpin pada satuan organisasi terkecil yaitu keluarga adalah seorang suami/ayah. Apabila kepemimpinan Sang suami/ayah tersebut bisa ditegakkan, seluruh anggota keluarga mentaatinya, tentu keluarga tersebut akan menjadi keluarga yang baik, yang sukses dan harmonis. Lebih tepat untuk menggambarkan keluarga yang sukses itu dengan sebutan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Pemimpin di tempat kerja (perusahaan) adalah direktur, di sekolah adalah Kepala Sekolah, di lingkungan masyarakat ada Ketua RT, ketua RW, Kepala Desa. Di lingkungan Mesjid ada Ketua DKM atau Bapak Kiai, dan dalam lingkup yang lebih luas lagi adalah para pemimpin bangsa dan Negara. Para Dewan, baik di tingkat kabupaten/Kota, tingkat Provinsi, perwakilan Daerah, maupun tingkat pusat. Mereka adalah pemimpin yang akan memimpin kita, mengatur dan mengurusi kita untuk menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan puncak kepemimpinan Negara adalah Presiden.

Seorang pemimpin tidak bisa lahir dengan sendirinya, muncul begitu saja seperti keluar dari batu belah. Seorang pemimpin lahir dengan proses seleksi yang sangat ketat. Mereka yang pantas menjadi pemimpin akan muncul ke permukaan terseleksi oleh masyarakat di lingkungan sekitarnya. Masyarakat akan memilih yang terbaik dari komunitasnya, yang memiliki kemampuan, memiliki kelebihan-kelebihan atau keunggulan-keunggulan di banding yang lain.

Kita yang peduli akan kualitas pemimpin kita tentu akan menyesal jika kita tidak ikut andil dalam proses penyeleksian tersebut. Apalagi ini penyeleksian untuk pemimpin dalam lingkup yang sangat luas yaitu pemimpin-pemimpin Negara. Tentu kita tidak rela, jika seleksi itu hanya dilakukan oleh segelintir orang, dan orang-orang tersebut penyeleksi asal-asalan yang tidak memperdulikan kriteria-kriteria pemimpin yang baik. Tentu nanti pemimpin yang lahir bukanlah pemimpin yang kita harapkan dapat mengubah nasib kita yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik. Kita patut bersyukur, di era demokrasi ini kita diberi hak untuk memilih pemimpin kita secara langsung, sehingga kita bisa memilih berdasarkan kualitas pribadi yang dimilikinya tanpa terlalu memperdulikan partai yang mengusungnya. Yang penting partai itu berasaskan Pancasila dan UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan keyakinan kita.

Oleh Karen itu, ayo kita mantapkan hati, kita lakukan proses penyeleksian pemimpin-pemimpin kita dengan penuh tanggung jawab. Pada hari Kamis, tanggal 09 April 2009 kita datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk mencontreng nama-nama calon pemimpin yang benar-benar berkualitas, yang memiliki keunggulan-keunggulan. Jangan asal mencontreng. Jangan lupa kita terus memohon kepada Allah SWT untuk memberikan petunjuk-Nya agar kita tidak salah pilih. Karena kalau kita salah pilih, kita akan mengalami kehancuran. Ketaatan kita nanti kepada pemimpin kita tidak akan sejalan menuju ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Tentang Golput (Golongan Putih) yaitu mereka-mereka yang abstain, tidak ikut memilih, itu memang hak demokrasi mereka. Tetapi seyogyaya kita berfikir dengan logika yang sehat. Seandainya semua atau sebagian besar masyarakat kita golput, kita tidak akan memiliki pemimpin. Suatu organisasi tanpa pemimpin mustahil bisa berjalan. Kalau kita bepergian 2 orang saja, salah satu dari kita harus dijadikan pemimpin, apalagi ini sebuah Negara. Selain itu, biaya yang telah dikeluarkan sedemikian besarnya untuk proses seleksi ini akan menjadi mubazir, sia-sia tanpa guna. Orang yang termasuk golput juga berarti dia akan menerima saja hasil pilihan orang lain, karena dirinya tidak mampu memilih pemimpinnya sendiri. Sayang sekali, proses demokrasi yang sudah diperjuangkan pada Zaman Orde Baru tidak kita laksanakan, tidak kita nikmati sebagai suatu hak yang memposisikan kita pada kedudukan penyeleksi para pemimpin Negara. Di antara calon pemimpin yang sekian banyak tentu tidak semua buruk, pasti ada calon pemimpin yang baik. Sekalipun semua calon kita anggap buruk, pasti ada yang lebih baik dari yang buruk itu. Memiliki pemimpin tentu lebih baik daripada tidak memiliki pemimpin. Kalau kita tidak mau memilih orang lain menjadi pemimpin dengan anggapan tidak layak dipilih, maka silahkan siapkan diri kita untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin di masa yang akan datang dengan kualitas lebih baik.

Semoga kita mendapatkan pemimpin yang benar-benar mencintai yang dipimpinnya, sehingga antara yang dipimpin dengan yang dipimpin terjalin hubungan yang harmonis, saling mendukung untuk kemajuan bangsa dan Negara. Tercipta “Baldatun Toyyibatun Warrobun Gofur”. Bagi para pemimpin yang nanti terpilih. Jadilah pemimpin yang memegang teguh amanah. Menanggung amanah adalah pekerjaan yang paling berat. Setiap pemimpin akan ditanya pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di hadapan Allah SWT. Tunjukkanlah kepemimpinan yang berkualitas yang sesuai dengan harapan kita semua, masyarakat yang memilih. Kepemimpinan yang terbaik. Semoga!!!

Penulis adalah Guru di SMA Negeri 1 Banjarsari,
Jln. Raya KM.3 Banjarsari – Ciamis 46383.
E-mail: herlinalinlin@yahoo.co.id
(Dimuat di Koran Priangan)

Senin, 08 Maret 2010

PROFIL GURU PROFESIONAL

Oleh : Linlin Herlina, S. Pd.



Kita sebagai guru memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan sebuah generasi. Tanggung jawab yang diemban guru sangatlah besar. Banyak sekali orangtua yang menyerahkan buah hati mereka untuk kita didik, kita ajar, dan kita bina dengan kepercayaan penuh agar buah hati mereka itu menjadi anak-anak yang cerdas, berilmu pengetahuan, juga berakhlak mulia.

Guru adalah teladan. Guru itu digugu dan ditiru. Seorang guru harus memiliki kontrol diri yang sangat besar, bahwa apa yang kita ucapkan dan kita lakukan akan menjadi rujukan bagi anak didik kita bahkan masyarakat di sekitar kita. Maka apa jadinya jika seorang guru dalam kesehariannya senantiasa berkata dengan perkataan yang kasar, berperilaku yang menyimpang dari etika dan moral. Hal ini tentu akan memberikan dampak buruk bagi anak didik kita dan tentu akan mencoreng citra profesionalitas guru.

Sejalan dengan telah bergulirnya Undang-Undang Guru dan Dosen, bahwa guru profesional harus melewati proses “UJI SERTIFIKASI” yaitu proses mendapatkan sertifikat guru profesional. Dimana tujuan sertifikasi tersebut adalah : (1) Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional (2) Meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan (3) Meningkatkan profesionalitas guru (4) Meningkatkan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru ini harus dipahami secara utuh yaitu tidak hanya dipahami dengan mendapatkan sertifikat guru profesional, guru meningkat kesejahteraannya tetapi yang paling penting justru memahami seperti apa profil guru profesional yang diharapkan dalam dunia pendidikan itu.

Profil guru profesional telah ada rambu-rambunya diantaranya memiliki kualifikasi pendidikan S-1. Memiliki kompetensi pendidik yaitu (1) Kompetensi pedagogis (pemahaman tentang peserta didik, perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran). (2) Kompetensi Kepribadian (memiliki kepribadian mantap dan stabil, dewasa, arif, dan berakhlak mulia). (3) Kompetensi Profesional (menguasai keilmuan bidang studi yang diampunya, mampu menelaah secara kritis, kreatif dan inovatif). (4) Kompetensi Sosial (mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, kolega, dan masyarakat dengan baik).

Menjadi guru adalah tugas mulia tetapi juga sulit dan berat. Tugas ini menuntut seorang guru untuk sabar, amanah, ikhlas, dan penuh perhatian terhadap anak-anak didiknya. Para pakar pendidikan telah banyak melahirkan teori-teori pengajaran dan terus melakukan reformasi untuk memperbaiki teori-teori pengajaran itu agar tetap up to date atau sesuai dengan perkembangan zaman. Kita sering lupa bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah guru yang lahir 14 abad lalu yang jelas diri Rasulullah adalah teladan yang utama untuk kita : “Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (Al-Ahzaab : 21). Sifat-sifat yang harus dipelihara oleh guru adalah: a. mengiklaskan ilmu kepada Allah (dengan ilmunya bertujuan semata-mata untuk memberi manfaat kepada sesama bukan untuk mendapatkan pujian, pangkat, kedudukan dan semacamnya), b. Jujur, c. Sesuai antara perkataan dengan perbuatan, d. Adil dan egaliter, e. Menghiasi diri dengan akhlak mulia dan terpuji, f. Tawadhu (rendah hati yaitu tidak sombong, bukan rendah diri), g. Berani, h. Bisa bercanda (untuk menghindari rasa bosan dan jenuh), i. Sabar dan menahan amarah, j. Menghindari ucapan kotor dan keji, k. Mampu berkoordinasi atau bermusyawarah dalam mengambil keputusan dengan teman sejawat. (Silahkan baca buku GURUKU MUHAMMAD ditulis oleh Fu’ad Asy Syalhub).

Guru adalah pembawa obor peradaban, posisinya sebagai penyampai ilmu, pencerdas bangsa, memang ibarat cahaya dalam kegelapan. Sosok dan perilakunya bahkan mengajarkan lebih banyak hal daripada materi yang disampaikannya. Memang guru juga manusia, yang tak luput dari salah dan dosa. Tetapi harus disadari betul bahwa baik buruknya suatu generasi adalah gambaran dari baik buruk guru-gurunya. Sekali lagi guru punya andil yang sangat besar terhadap pembentukan suatu generasi. Menjadi Guru adalah suatu pilihan yang punya konsekuensi besar, bukan suatu pekerjaan biasa yang hanya untuk mencari rupiah. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan untuk terus berupaya meningkatkan kulitas diri kita sehingga kita bisa benar-benar menjadi GURU PROFESIONAL secara utuh.

Penulis adalah Guru di SMA Negeri 1 Banjarsari
Jln. Raya KM. 3 Banjarsari – CIAMIS 46383
E-mail : herlinalinlin@yahoo.co.id